PT Solid Gold Berjangka Semarang | Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja melarang masyarakat untuk mudik. Pemerintah melarang kegiatan mudik khususnya di wilayah Jabodetabek yang sudah menjadi zona merah virus Corona.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai kebijakan ini bisa dibilang terlambat untuk diputuskan. Pasalnya sudah ada 900 ribu orang yang colong start pulang kampung duluan.
“Apakah kebijakan ini telat atau tidak? yang jelas sudah 900 ribu orang mudik terlebih dahulu kalau data Kemenhub,” ungkap Yayat dalam diskusi online dengan YLKI, Rabu (22/4/2020).
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono sebelumnya pernah memaparkan bahwa ada potensi 1,3 juta warga Jabodetabek bakal mudik.
Dari data yang dia sampaikan Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga Jawa Timur menjadi daerah paling dituju pemudik.
“Ada 1,3 juta orang yang dianggap ada potensi mudik. Ke mana mereka menyebar? Jabar 13%, Jateng-DIY 41%, dan Jatim 20%. Lalu yang ke Sumatera itu sekitar Sumsel dan Lampung ada 8%, sisanya ke tempat lain,” papar Agus dalam diskusi online via video, Selasa (14/4/2020).
Sebelum melarang masyarakat mudik, pemerintah sendiri sudah melarang aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, hingga pegawai BUMN dan BUMD untuk tidak mudik.
Lantas, apa sih alasan 900 ribu warga colong start pulang kampung duluan?
Faktor kesulitan ekonomi menjadi biang kerok warga terpaksa mudik. Yayat menjelaskan semenjak pemerintah mengumumkan situasi darurat, kebijakan belajar hingga kerja di rumah pun mulai banyak diterapkan. Hal ini membuat banyak pekerja informal kehilangan pekerjaan.
Sementara itu, untuk bertahan hidup di Jakarta sangat sulit. Tak bisa bertahan akhirnya 900 ribu orang ini mudik ke kampung halaman.
“Ketika sekolah, kampus diliburkan, semua sektor UMKM informal semua pekerjanya itu nggak ada pilihan untuk bertahan. Akhirnya mau nggak mau mereka pulang,” jelas Yayat.
Kemudian Yayat mengingatkan agar pemerintah jangan hanya memberikan sembako kalau mau menahan bahkan melarang mudik. Menurutnya, salah satu instrumen terbesar biaya hidup di Jakarta adalah penyewaan hunian, alias biaya kontrakan.
“Persoalan mendasar bagi pemudik bukan hanya sembakonya saja. Bagi kelompok migran yang ngontrak bulanan ini nggak ada yang bantu, ini cost untuk bertahan di luar sembako juga besar,” kata Yayat.
“Biaya ini kalau tidak terpenuhi bisa membuat mereka tetap nekat pulang kampung,” ujarnya.
sumber: detik.com – PT Solid Gold Berjangka